Berbisnis di Masa Pandemi
Kala itu di bulan September 2020, masih terngiang di telinga saya dan suami berita sedih tentang para dokter senior dan nakes yang berguguran karena covid, cerita dari teman terdekat yang kena layoff karena efisiensi budget perusahaan, sehingga tingkat pengangguran meningkat karena makin sulit mencari pekerjaan.
Kontraksi ini terasa sampai lini pelaku UMKM, banyak yang gulung tikar dan tidak jarang UMKM yang menjual apa saja supaya bisa bertahan. Termasuk bisnis makanan ayam geprek rintisan keluarga suami.
Realitas tersebut mendorong kami untuk keluar dari zona nyaman dan melakukan sesuatu. Kami memilih membeli franchise fried chicken milik keluarga suami dengan brand Ayam Kriwul dan memanfaatkan garasi rumah kami untuk melayani pembelian takeaway dan resto online saja dengan penerapan protokol kesehatan.
Serba Serbi Pembayaran Cashless
Sejak awal masa pandemi hingga saat ini, pemerintah menghimbau untuk melakukan pembayaran cashless dan mengurangi penggunaan uang cash untuk menekan penyebaran virus covid pada saat pertukaran uang. Pembayaran cashless juga mempermudah proses transaksi karena kami tidak perlu menyediakan uang kembalian dan mengurangi kekhawatiran atas uang palsu.
Pembayaran cashless ini pun didominasi pembelian di resto online. Mayoritas pelanggan offline–yang membeli langsung ke merchant–masih menggunakan pembayaran cash. Berdasarkan data tersebut, penggunaan pembayaran cashless di merchant kami masih sedikit, namun justru ini tantangan tersendiri untuk mengedukasi dan mengajak pelanggan offline–terutama generasi milenial sebagai target market kami–membayar secara cashless.
Beberapa strategi yang kami terapkan untuk menggaet Pelanggan offline membayar secara cashless adalah gencar memberikan diskon untuk pembelian offline dengan pembayaran cashless dan menyediakan alat pembayaran cashless di merchant.
Berdasarkan data jenis pembayaran setelah 3 bulan bisnis Ayam Kriwul Surabaya berjalan, ada 3 dari 10 pelanggan yang sudah membayar secara cashless.
Rasio penjualan cash dan cashless di merchant kami dalam Pie Chart (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Nah, penyedia jasa pembayaran cashless atau Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) ini juga ada banyak sekali macamnya lho. Kebetulan kami baru menyediakan QR Code dari salah satu PJSP A. Pelanggan offline bisa melakukan pembayaran melalui aplikasi PJSP A melalui scan QR Code. Hingga pada suatu hari ada pelanggan bertanya tentang pembayaran cashless selain PJSP A.
Pembeli: “Kak, disini nerima pembayaran pake S*Pay/G*Pay nggak, kak?”
Penjual : “Maaf kak, belum bisa (menerima pembayaran itu) kak. Sementara hanya ini saja kak”
Pembeli: “Waduh saya pas nggak ada saldo disitu kak… Cash aja ya kalo gitu”
Nyesek banget! Gagal deh upaya kami menggaet pelanggan untuk membayar cashless. Dari sini, kami sebagai pelaku UMKM merasakan pain-point dalam pengadaan pembayaran cashless, kebayang dong betapa ribet dan lamanya harus upload dokumen registrasi dan verifikasi ke banyak PJSP. Apakah pelaku UMKM lain di luar sama yang juga merasakan hal yang sama seperti kami? Lalu bagaimana solusinya?